Rabu, 20 Oktober 2010

Revitalisasi Peran dan Fungsi BP4 dalam Pengembangan Keluarga Sakinah

Oleh: H. Nur Ahmad Ghojali, M.A.

Dalam sebuah rapat, Prof. H. Soewadi, Ketua Umum terpilih BP4 (Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan) Provinsi DI Yogyakarta, bercerita ketika mempertahankan disertasinya di hadapan para penguji guru besar UGM tentang BP4 bahwa dari sekian kasus perselisihan yang masuk ke lembaga BP4, hanya tiga kasus saja yang bisa didamaikan. Beberapa guru besar itu menyangsikan peranan BP4 dalam upaya pelestarian perkawinan. Namun, Prof. H. Soewadi beragumen, walaupun hanya tiga keluarga yang berhasil didamaikan, kalau keluarga tersebut adalah dua keluarga besar raja di Barat dan di Timur, maka akan punya pengaruh terhadap masyarakatnya sehingga tidak terjadi pertentangan, bahkan peperangan dalam keluarga besar tersebut.


Itulah barangkali sepenggal bagian peran BP4 dalam pembentukan keluarga yang sakinah. Namun, yang menjadi pertanyaan yang menggelitik, mampukan BP4 mengemban tugas pembinaan keluarga di satu problem rumah tangga yang rentan dan perkembangan arus teknologi yang demikian cepat?
Sejak BP4 didirikan 50 tahun yang lalu pada tanggal 3 Januari 1960 dan dikukuhkan oleh Keputusan Menteri Agama No. 85 Tahun 1961 diakui bahwa BP4 adalah satu-satunya badan yang berusaha bergerak di bidang penasihatan dan pengurangan perceraian. Fungsi dan tugas BP4 tetap konsisten melaksanakan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Perundang-undangan lainnya tentang perkawinan. Oleh karenanya, fungsi dan peranan BP4 sangat diperlukan masyarakat dalam mewujudkan kualitas perkawinan.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974, pembentukan keluarga diawali dengan perkawinan. Perkawinan yang dimaksud adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan tersebut jelas menunjukkan bahwa undang-undang perkwinan kita adalah undang-undang religius, bukan sekuler. Konsekuensinya adalah bagaimana keluarga yang terbentuk adalah keluarga yang religius. Keluarga yang dilandasi dengan nilai-nilai dan norma ajaran Islam.
Untuk mewujudkan kualitas keluarga dan perkawinan di tengah masyarakat yang bergerak dinamis dalam arus perubahan globalisasi, praktis memunculkan aneka tantangan (challenge) dan problematika yang menuntut strategi penanganan dan penyelesaiannya. Beberapa masalah yang muncul dalam dasawarsa terakhir menyangkut perkawinan dan keluarga berkembang pesat antara lain meningkatnya angka perceraiannya, kekerasan dalam berumahtangga, fenomena pernikahan sirri, dan poligami terselubung, perkawinan di bawah umur, dan merebaknya kasus pergaulan bebas, serta pornografi mewarnai dinamika problematika perkawinan.
Banyak persoalan muncul dalam rumah tangga, ada kekerasan terhadap isteri, anak-anak, ada acara televisi yang tidak mendidik, tayangan media internet dengan mudah menyuguhkan perilaku negatif.
Kasus perceraian suami isteri ternyata jumlah isteri yang menggugat cerai suami makin meningkat. Hal merupakan fenomena baru di enam kota besar di Indonesia terbesar adalah di Surabaya.
Berdasarkan data, di Jakarta dari 5.193 kasus, sebanyak 3.105 (60 %) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sebaliknya suami gugat cerai isteri 1.462 kasus. Di Surabaya, dari 48.374 kasus sebanyak 27.805 (80 %) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sedangkan suami gugat cerai isteri mencapai 17.728 kasus. Di Bandung, dari 30.900 kasus perceraian, sebanyak 15.139 (60 %) adalah kasus istri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri sebanyak 13.415 kasus. Selanjutnya, di Medan dari 3,244 kasus sebanyak 1.967 (70 %) adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 811 kasus. Di Makasar, dari 4.723 kasus sebanyak 3.081 (75 %) adalah isteri gugat cerai suami, dan suami gugat cerai isteri hanya 1.093 kasus. Sedangkan, di Semarang dari 39.082 kasus sebanyak 23.653 (70 %) adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai siteri hanya 12.694 kasus.
Penyebab perceraian tersebut antara lain karena ketidakharmonisan rumah tangga mencapai 46.723 kasus, faktor ekonomi 24.252 kasus, krisis keluarga 4.916 kasus, cemburu 4.708 kasus, poligami 879 kasus, kawin paksa 1.692 kasus, kawin bawah umur 284 kasus, penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 916 kasus. Suami atau isteri dihukum lalu kawin lagi153 kasus, cacat biologis (tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis) 581 kasus, perbedaan politik 157 kasus, gangguan pihak keluarga 9.071 kasus, dan tidak ada lagi kecocokan (selingkuh) sebanyak 54.138 kasus.
Tingginya permintaan gugat cerai isteri terhadap suami tersebut, diduga karena kaum perempuan merasa mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, atau akibat globalisasi sekarang ini, atau kaum perempuan sudah kebablasan. Kesadaran atau kebablasan, itulah antara lain yang menjadi perhatian kita semua sebagai umat beragama.
Perkembangan arus teknologi tidak bisa dibendung perubahan perilaku masyarakat demikian cepat. Maka BP4 harus melakukan reposisi peran dan fungsinya agar lebih sesuai dengan kondisi dan perkembangan zaman.
BP4 yang dulu merupakan badan semi resmi di bawah Departemen Agama (kini Kementerian Agama) dan sejak munas ke-14 Tahun 2009 berubah menjadi organisasi profesional yang bersifat sosial keagamaan sebagai mitra kerja Departemen Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah mawadah warahmah.
BP4 sejak didirikan telah banyak melakukan upaya pembinaan rumah tangga. Sejak pasangan mendaftar pernikahan di KUA, sebelum pernikahan diharuskan mengikuti kursus calon pengantin. Demikian juga pasca pernikahan BP4 ikut berupaya membina, memberikan advokasi, dan mediasi dalam mewujudkan keluarga sakinah.
Historisitas BP4 dari sebuah Badan Penasihatan Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian setelah kasus ditangani Pengadilan Agama dan KUA melayani masalah nikah dan rujuk, maka BP4 berubah jadi Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan, sehingga tugas BP4 demikian mulia dalam mempertahankan mahligai rumah tangga.
Dalam Alquran banyak ayat membicarakan tentang penguatan bangunan rumah tangga, hanya sebagian kecil yang membicarakan masalah penguatan negara, bangsa apalagi masyarakat, sebab keluarga adalah sendi dasar terciptanya masyarakat yang ideal, mana mungkin negara dibangun di atas bangunan keluarga yang rentan perselisihan dan pertengkaran.
Tuntutan BP4 ke depan, peran dan fungsinya tidak sekedar menjadi lembaga penasihatan, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga mediator dan advokasi. BP4 dituntut untuk dapat menjaga keutuhan sebuah keluarga, maka sebelum pondasi rumah tangga dibangun, penasihatan calon pengantin tidak hanya dilaksanakan 1 atau 2 jam tetapi harus merupakan program terintegrasi dan terukur yang mengacu kepada kurikulum sebagaimana Peraturan Direktur Jenderal Bimas Islam Nomor Dj.II/491 Tahun 2009 tentang Kursus Calon Pengantin bahwa dalam rangka meminimalisir tingginya angka perselisihan, perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga yang salah satunya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman calon pengantin tentang kehidupan rumah tangga serta untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah, maka perlu dilakukan Kursus Calon Pengantin. Kursus Catin ini sekurang-kurangnya 24 jam pelajaran yang meliputi materi: tatacara dan prosedur perkawinan, pengetahuan agama, peraturan perundangan di bidang perkawinan dan keluarga, hak dan kewajiban suami isteri, kesehatan reproduksi, manajemen keluarga, dan psikologi perkawinan dan keluarga.
Penasihatan tidak hanya sebagai syarat formal ketika seseorang akan menikah, akan tetapi menjadi persyaratan substansial sehingga seseorang yang akan melangsungkan perkawinan telah paham dengan design rumah tangganya yang akan dibangun ke depan. Dalam Anggaran Dasar BP4 bertujuan untuk mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera, materiil, dan spirituil. Maka upaya dan usaha yang ditempuh antara lain memberikan bimbingan, penasihatan, dan penerangan mengenai nikah, talak, cerai, rujuk kepada masyarakat, baik perorangan maupun kelompok, memberikan bantuan mediasi kepada para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama, memberikan bantuan advokasi dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga di peradilan agama, menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak bertanggung jawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak tercatat.
Oleh karena itu, yang diperlukan BP4 adalah memiliki mediator yang telah bersertifikat sehingga bisa menggunakan metode mediasi yang modern yang dapat memberikan bekal kepada calon pengantin dan memberikan penasihatan yang menyentuh hati para pihak yang berselisih untuk berdamai dan menjaga rumah tangganya. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berikan komentar, saran, dan masukan